Informasi terbaru Senapan Angin, Aset Bangsa di Pinggiran Kota Bandung
Sebagian orang tentu akan takut mendengar kata ”senjata” atau ”senapan” diucapkan, tetapi perasaan tersebut tidak bagi pengrajin lokal dari daerah Cipacing dan Cikeruh, dua kecamatan yang terletak di 20 kilometer dari kota Bandung, Jawa Barat. Di kedua kecamatan tersebut banyak dihasilkan senapan angin berkaliber 4,5 mm dengan beraneka jenis bentuk serta ukuran. Tidak hanya senapan pompa yang harus dikokang terlebih dahulu dengan menggunakan kekuatan pegas, disini juga terdapat senapan patah lop atau bisa hingga senapan yang menggunakan tenaga gas untuk memuntahkan peluru pelet.

Pengrajin senapan angin di Cipacing dan Cikeruh bisa meniru senapan angin buatan luar negeri, seperti senapan angin pompa merek Benjamin dan senapan Diana. Tidak hanya pengrajin juga dapat membuat senapan angin dengan bentuk senjata api laras panjang bahkan sniper-rifle. Bahkan senapan Benjamin, BSD, dan Diana dianggap telah menjadi pajangan wajib di setiap toko di sepanjang jalan Cipacing. Sayangnya secara kualitas walaupun telah mencontek merek asing, senapan angin Cipacing belum bisa bersaing.

Apabila dilihat dari sejarahnya, industri senapan angin di Cipacing telah berlangsung hampir satu setengah abad. Usaha ini dirintis pertama kali oleh Raden Nata Dimadja pada tahun 1854. Hinggal awal 1960-an, terdapat catatan resmi dari generasi kedua Raden Nata Dimadja, bahwa terdapat pengrajin senapan angin yang berada di desa Cikeruh dan Cipacing walaupun bisa dihitung dengan jari. Itu pun terbatas pada jasa perbaikan senapan angin yang berasal dari luar negeri. Dengan dorongan memperbaiki tingkat kehidupan, berbekal pengalaman memperbaiki senapan angin, akhirnya usaha membuat senapan angin secara mandiri pun dimulai.

Menurut Haji Sayuti (62), salah seorang pemilik toko sekaligus bengkel senapan angin Cipacing, Masyarakat Cipacing dan Cikeruh sudah membuat senapan angin sejak tahun 1964. Bahkan pada awal tahun 1990-an jumlah pengrajin bisa mencapai 400-an lebih. Wilayah pemasarannya pun cukup luas, tidak hanya di Jawa Barat peminat senapan angin berada di seluruh Indonesia, konsumen utamanya adalah petani. Haji Sayuti menuturkan,”Sebelum tahun 1998, produksi senapan angin sangat pesat, saat itu peminatnya banyak dan pasar stabil. Persaingan juga dilakukan secara sehat karena memang tidak perlu berebut konsumen. Dengan modal seadanya selama kita punya alat bubut dan tenaga pengrajin, kita bisa terus produksi. Dulu dalam sebulan kita bisa memproduksi 30-40 pucuk senapan angin".

Sayangnya krisis moneter memorakporandakan industri tradisional yang telah berjalan puluhan tahun ini, setelah perekonomian jatuh pada tahun 1998 serta banyaknya konflik daerah seperti di Aceh, Maluku, Poso dll. Senapan angin yangg semula dapat diperdagangkan secara bebas, mulai dibatasi. Bahkan untuk wilayah Aceh, Maluku, Kalimantan dan Sulawesi, tidak boleh sepucuk-pun senapan angin diperjual belikan di sana.

Haji Sayuti menuturkan, “sebelum krisis dulu banyak pengrajin yang mendapat order-an dari luar pulau, tapi semenjak ada larangan pengrajin dan pedagang jadi kehilangan pasar. Kita juga yang kena imbasnya, yang tadi konsumennya luas di mana-mana sekarang ya di situ-situ juga, mau ga mau kita bersaing.”

Pada tahun 1992, pemerintah mengeluarkan aturan bahwa pengrajin senjata angin harus memiliki badan hukum yang sah. Berbagai cara ditempuh oleh pengrajin-pengrajin di daerah Cipacing dan Cikeruh, walaupun ternyata untuk memproduksi senapan angin memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemohon harus memenuhi berbagai syarat seperti yang diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api.

Setelah melalui proses perundingan yang cukup alot, tokoh pengrajin senapan angin di Cipacing dan Cikeruh sepakat untuk membentukkoperasi. Hal ini lah awal mulanya berdiri Koperasi Bina Bhakti SenapanAngin, dengan adanya koperasi ini, Polri kemudian mengeluarkan izin penjualan senjata. Izi ini berlaku selama lima tahun yang kemudian harus diperbarui setiap 5 tahun. Koperasi ini pula yang menyelamatkan pengrajin di daerah Cipacing dan Cikeruh untuk dapat memproduksi senapan angin pada masa-masa panas pada tahun 1998, karena pada era tersebut sangat sulit untuk mengurus izin pembuata senjata, bahkan senjata yang tergolong ringan seperti senapan angin sekalipun.

Ketua Koperasi Bina Bhakti Senapan Angin, Idih Sunaedi (68) menuturan, “Setelah krisis, jumlah pengrajin senapan angin di Cipacing dan Cikeruh menurun drastis. Tahun 1990-an awal jumlah pengrajin senapan angin yang terdafar di Koperasi jumlahnya 300-an orang, belum dihitung dengan pengrajin yang tidak terdaftar. Sekarang jumlah pengrajin yang terdaftar di Koperasi hanya 120-an saja.

Berbeda lagi dengan Ade Supriatna (54), perajin asal Cikeruh. Menurut dirinya selain karena pasar yang mulai jenuh, faktor harga bahan baku yang terus melambung juga penyebab signifikan banyak pengrajin yang terpaksa gulung tikar. Hal ini diperparah dengan harga senapan angin yang memang tidak pernah naik.

Kondisi yang sulit ini mendorong kencangnya arus perpindahan profesi. Pengrajin senapan yang tidak mampu bersaing harus rela banting stir guna menyambung hidup menjadi kuli bangunan, pedagang, pengrajin barang lain, dan buruh pabrik.Haji Sayuti memiliki cara jitu untuk meminimalisir biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi senapan. Kalau dulu seorang pengrajin membuat senapan angin secara keseluruhan, mulai dari pengadaan tabung, popor, membubut besi. Pola tersebut diubah menjadi lebih spesifik, saat ini ada pengrajin yang hanya membuat popor, membuat lop kemudian dirangkai oleh pengrajin yang bertugas memasarkan senapan angin tersebut. Cara ini dianggap dapat memperingan pengrajin secara finansial maupun tenaga, contohnya Idih, sejak tiga tahun ini ia hanya merangkai senapan angin saja, bahan bakunya ia kumpulkan dari pengrajin-pengrajin lain.[gtr]

Sumber : http://seruu.com
Tinggalkan komentar anda tentang Senapan Angin, Aset Bangsa di Pinggiran Kota Bandung

Informasi terbaru "Sail Maluku" Harus Jadi Program Tahunan
Ambon (ANTARA News) - Kegiatan "Sail Maluku" harus menjadi program tahunan yang intensif perhelatannya, menyusul sukses pelayaran internasional Sail Banda pada 24 Juli hingga 17 Agustus 2010.

"Sail Banda tidak hanya berakhir sampai disini. Kami akan melaksanakan evaluasi kegiatan bahari bertaraf internasional tersebut, selanjutnya memprogramkan `Sail Maluku 2011` yang berkelanjutan," kata Wakil Gubernur Maluku, Said Assagaff kepada ANTARA, di Ambon, Jumat.

Assagaff yang juga ketua panitia lokal Sail Banda 2010 itu menginginkan "Sail Maluku" pelaksanaannya menyentuh kabupaten maupun kecamatan secara bergilir setiap tahun sehingga menggelorakan semangat kebaharian, sekaligus mendukung pengembangan sektor pariwisata dengan dampak strategis kepada bidang lainnya.

"Saya mendambakan digelar `Sail Aru" - Sail Tual - Sail Bula dan lainnya secvara bergilir setiap tahun sehingga masyarakat bisa merasakan dampak dari perhelatan kegiatan bahari tersebut," ujarnya.

Assagaff mengatakan, telah mengarahkan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Maluku, Florence Sahusilawane agar "Sail Maluku" itu dipaketkan dengan lomba layar internasional (yacht race) Darwin, Australia Utara - Ambon yang rutin setiap tahun.

"Yacht race Darwin - Ambon itu pun dipaketkan sehinga para pelayar mancanegara bisa melayari perairan Maluku hingga 2 hari. Tidak sebagaimana dilakanakan selama ini dengan para peserta, penggembira maupun turis asing menetap di Ambon hanya dua hari," tegasnya.

Pemprov Maluku, menurut dia, berkepentingan dengan kegiatan pelayaran tersebut karena strategis dalam mendorong percepatan pengembangan sektor lain dengan yacht race Darwin - Ambon sekiranya dipaketkan mengelilingi wilayah setempat.

"Kita harus optimis untuk membangun Maluku yang membutuhkan keberanian dan kerja keras agar ada dampak yang nantinya dinikmati masyarakat semakin nyata dengan kenyataan nantinya tingkat kemiskinan maupun pengangguran berkurang," kata Assagaff.

Ia mencontohkan, menjelang dan paska "Sail Banda 2010" ada dampak yang dirasakan masyarakat terutama kalangan usaha kecil seperti pedagang makanan, aksesoris, dan pengrajin khas daerah.

"Banyak yang mengalami peningkatan pendapatan karena usaha mereka laris dibeli wisatawan lokal maupun mancanegara," ujar Assagaff.

Ditambahkannya, investor yang datang ke Maluku untuk berbisnis juga semakin banyak karena meyakini stabilitas keamanan di daerah ini terkendali.

"Saat ini yang perlu dilakukan adalah pembenahan potensi wisata, karena selama ini hanya laut yang diperhatikan sebagai sumber pendapatan utama, sedangkan daratan kurang diperhatikan. Jadinya Maluku membutuhkan tim khusus seperti konsultan yang profesional untuk menata potensi wisata serta pembenahan infrastruktur dan fasilitas lainnya," kata Said Assagaff. (ANT/K004)

Sumber : http://www.antaranews.com
Tinggalkan komentar anda tentang "Sail Maluku" Harus Jadi Program Tahunan

Informasi terbaru Peringatan Seabad Sastra Bali Modern
Denpasar - Kalangan akademisi dan sastrawan Bali, Kamis (12/8), memperingati satu abad Sastra Bali Modern (SBM) di Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Peringatan ditandai dengan peluncuran dan diskusi buku "Tonggak Baru Sastra Bali Modern" karya I Nyoman Darma Putra.

Dalam buku itu Darma Putra menyatakan, SBM sudah lahir pada 1910-an dengan karya-karya dari Made Pasek dan Mas Nitisastro dalam bentuk cerita pendek. "Ini berbeda dengan karya sastra tradisional sebelumnya dalam bentuk kakawin dan geguritan,"ujar Darma Putra, yang kini terlibat sebagai Dewan Juri untuk hadiah sastra Rancage itu.

Isinya juga menunjukkan tema-tema kontemporer pada saat itu seperti masalah pendidikan dan peran perempuan. Adapun pada saat itu, tutur Darma Putra, karya sastra ditulis untuk pengajaran di sekolah.

Pendapat itu membongkar anggapan bahwa SBM baru lahir pada 1930, sebagaimana dinyatakan oleh Almarhum Profesor Ngurah Bagus. Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Udayana itu mendasarkan pendapatnya pada penerbitan novel karya I Wayan Gobiah yang diterbitkan Balai Pustaka pada 1931. Pendapat itu kemudian menjadi acuan dalam pengajaran ilmu sastra dan perkembangannya di Bali.

Darma Putra sendiri menemukan karya-karya Made Pasek dari buku-buku teks yang digunakan sekolah-sekolah pada jaman pemerintahan kolonial di Bali. Buku-buku ditemukannya dalam mikrofilm koleksi V.E. Korn di perpustakaan University of Queennsland, Australia.

Selanjutnya, koleksi itu ditambahkan Darma Putra dengan temuannya di Museum Gedong Kirtya, Singaraja, Bali. Bagi dia, karya-karya yang ditampilkan dalam buku itu juga sangat penting untuk menunjukkan interaksi masyarakat Bali dengan perkembangan dunia yang sudah berlangsung lama.

Namun demikian, buku Darma Putra itu dikritik karena kurang menampilkan biografi I Made Pasek dan Mas Nitisastro. "Buku ini juga masih perlu ditindaklanjuti penelitian untuk mengetahui relevansi karya-karya itu dengan dinamika masyarakat Bali," kata Made Sujaya, wartawan rubrik sastra di koran lokal Bali. Latar belakang serta motivasi pengarang menampilkan karya itu perlu dibedah untuk dibandingkan dengan karya-karya kontemporer pada saat ini.

Sumber : http://www.tempointeraktif.com
Tinggalkan komentar anda tentang Peringatan Seabad Sastra Bali Modern

Informasi terbaru Suku Anak Dalam Ikut Upacara
JAMBI, -Sekelompok Suku Anak Dalam atau Orang Rimba, suku terasing di Provinsi Jambi, khususnya yang bermukim di Kabupaten Tebo, Selasa, menggelar upacara HUT Kemerdekaan RI ke-65, layaknya dilakukan masyarakat umum lainnya.

Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Seman alias Panca yang merupakan Tumenggung atau setingkat Kepala Desa (Kepala Suku-red) dari kumpulan SAD tersebut.

Menurut Seman (45), ketika ditanya usai upacara, upacara HUT Kemerdekaan yang digelar warga SAD, selain sebagai wujud nasionalisme, mereka juga ingin agar warga SAD yang selama ini terpinggirkan bisa mendapat perhatian dari pemerintah dan Presiden RI.

"Kami (warga SAD, red) juga punya jiwa nasionalisme dan ingin agar pemerintah memperhatikan nasib warga SAD," kata Seman yang merupakan Kepala Suku Anak Dalam yang bermukim di kawasan Rimbo Bujang.

Peringatan HUT RI tersebut diikuti 12 kepala keluarga atau 55 jiwa warga SAD yang bermukim di Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo di kebun karet.

Kegiatan upacara lengkap dengan tatacara seperti pengibaran bendera merah putih, inspektur upacara dan menyayikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Warga SAD atau sering juga disebut Suku Kubu ini masih suka berpindah-pindah tempat dan menempati kebun karet milik warga, namun mereka ternyata mempunyai jiwa nasionalis yang tinggi sebagai warga negara Indonesia.

Upacara dimulai pukul 09:00 WIB dan berakhir pukul 10:20 WIB, mereka saat ini bermukim di kebun Karet warga jalan 24 Desa Rimbo Mulyo, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo.

Dalam upacara yang sederhana itu, ada SAD yang membaca teks Proklamasi, membaca doa dan menaikan bendera merah putih dan lingkungan tempat tinggal mereka dipasang umbul-umbul.

Upacara HUT RI ke-65 pada yang digelar warga SAD tersebut dibantu oleh Satuan Laskar Merah Putih cabang Kabupaten Tebo.

Menurut Koordinator Satuan Laskar Merah Putih Anton yang ketika itu turut memandu SAD menggelar upara, warga SAD perlu diberdayakan dan perlu memahami makna peringatan HUT RI, karena mereka juga warga negara Indonesia.

Sumber : http://oase.kompas.com
Tinggalkan komentar anda tentang Suku Anak Dalam Ikut Upacara

Informasi terbaru Wisatawan Keluhkan Layanan VOA
Denpasar, Bali - Wisatawan mancanegera mengeluh terkait pelayanan visa on arrival/VoA di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali yang harus antre dalam waktu yang cukup lama.

Direktur Utama Pengembang Pariwisata Bali atau Bali Tourism Development Corporate/BTDC, I Made Mandra, Senin (16/8/2010) mengatakan, banyak wisatawan asing yang mengeluhkan masalah pelayanan VoA oleh pihak imigrasi di bandara tersebut.

"Wisatawan asing banyak yang mengeluh karena harus antre berlama-lama di bagian imigrasi Bandara Ngurah Rai," kata Mandra saat acara rapat komponen pariwisata dengan DPRD Bali.

Hal itu, disebabkan loket untuk imigrasi atau VoA yang beroperasi saat ini sangat terbatas, sehingga kedatangan mereka untuk berwisata ke Pulau Dewata cukup terganggu.

"Untuk itu kami berharap DPRD Bali ikutserta memikirkan kondisi Bandara Internasional Ngurah Rai yang merupakan fasilitas utama tempat datangnya wisatawan mancanegara," ucapnya.

Selain itu, kemacetan arus lalu lintas di sepanjang By Pass Ngurah Rai, terutama di Simpang Dewa Ruci dan pertigaan bandara itu, juga menjadi kendala dalam pengembangan pariwisata ke depannya.

"Bila kekroditan arus lalu lintas tersebut tidak bisa dipecahkan segera, maka sektor kepariwistaan Bali ke depannya bisa saja menurun, karena wisatawan merasa tidak nyaman untuk bepergian ke objek wisata yang akan dituju," katanya.

Apalagi pada tahun 2013, kata Mandra, Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik yang rencananya akan digelar di Nusa Dua, Bali.

Wakil Ketua DPRD Bali I Ketut Suwandhi mengaku, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaaan Umum Provinsi, Dinas Perhubungan Bali, termasuk juga kepada Kementerian PU dan Kementerian Perhubungan di Jakarta.

"Kami telah berkoordinasi dengan instansi terkait agar ada solusi terkait pemasalahan lalu lintas di sepanjang jalan tersebut, sehingga ke depannya bisa lancar atau tidak ada hambatan di sepanjang jalur yang kini krodit," katanya.

Menyinggung pelayanan keimigrasian di Bandara Ngurah Rai, kata Suwandhi, pihak dewan sudah sempat meninjau secara langsung keadaan di sejumlah loket VoA tersebut.

"Kami sudah meminta pihak imigrasi maupun otoritas bandara untuk menambah fasilitas tersebut, sehingga tidak sampai wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Dewata terhambat gara-gara keterbatasan pelayanan keimigrasian," katanya.

Namun waktu itu, dari pihak imigrasi berjanji akan berupaya memperbaiki fasilitas dan menambah personel guna kelancaran pelayanan para turis tersebut.

Pada kesempatan itu, Ketua Komisi I DPRD Bali I Made Arjaya berharap pihak imigrasi tidak hanya sebatas janji-janji untuk perbaikan pelayanan.

"Pihak imigrasi harus transparan terhadap permasalahan tersebut. Kalau alasan keterbatasan tempat dan teknologi serta sumber daya manusia (SDM), itu bisa dicarikan jalan keluarnya," ucapnya.

Misalnya, alasan kekurangan SDM mungkin bisa dicarikan solusi dengan Pemerintah Provinsi Bali.

"Kita banyak mempunyai PNS. Kalau itu bisa ditempatkan dan diberi pelatihan keimigrasian, kami rasa tidak ada hambatan. Yang terpenting bagaimana pihak imigrasi harus transparan, karena sektor pariwisata sangat tergantung dari pelayanan. Jika itu tak terpenuhi maka turis berwisata akan beralih ke negara lain," kata Arjaya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Ngurah Wijaya, bahwa pelayanan dan keamanan menjadi kunci dalam sektor pariwisata.

"Selain objek wisata, pelayanan pengurusan keimigrasian bagi wisatawan saat mendarat di bandara menjadi citra kepariwisataan untuk mendatangkan kunjungan wisatawan yang semakin banyak," katanya.

Sumber: http://travel.kompas.com
Tinggalkan komentar anda tentang Wisatawan Keluhkan Layanan VOA

Informasi terbaru Festival Topeng Nusantara 2010 digelar
Jakarta - Yayasan Prima Ardian Tana menyelenggarakan Festival Topeng Nusantara 2010 sekaligus pameran topeng bertema Ekspresi guna melestarikan budaya topeng di Tanah Air, yang bertempat di Alun-Alun Grand Indonesia pada 13-22 Agustus.

“Kami menyelenggarakan pameran topeng Ekspresi yang pertama untuk menggugah generasi muda mengekspresikan filosofi topeng,” kata Ketua Yayasan Prima Ardian Tana Nany Taufik, tadi siang.

Sedikitnya terdapat 40 peserta yang menampilkan karyanya pada pameran terebut. Pameran topeng Ekspresi itu menampilkan karya perupa muda Indonesia yang akan mewarnai kekayaan seni topeng Nusantara. Pameran itu merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Topeng Nusantara 2010 yang berakhir pada 16 Oktober di Cirebon.

Acara peresmian dan pembukaan yang berlangsung tadi malam itu menampilkan karya tari Didik Ninik Thowok yang dikenal sebagai seniman tari topeng klasik dan kontemporer. Didik tampil menari dengan dua karakter.

Para peserta pameran berekspresi mencipta topeng tradisi Cirebon sesuai dengan karakter dan disiplin kesenian masing-masing, yaitu mode, fotografi, musik, video, ilustrasi, lukisan, film, dan sebagainya.

“Keikutsertaan mereka merupakan pesan pelestarian budaya melalui karya masa kini. Para perupa bebas untuk mengekspresikan karya topeng dengan beragam media yang ada,” kata Nany.

Pameran itu nanti malam serta 17 Agustus dan 21 Agustus akan diisi oleh sanggar berkarya di kids corner dengan aktifitas mewarnai topeng. Kegiatan itu akan menghadirkan Galis Agus Sunardi, seniman topeng dari Sanggar Paseban.

Para pesertanya a.l. adalah perancang grafis Aditya Wijanarko, model Anastasia Yakubenka, jurnalis Andy F. Noya, aktris dan model Mieke Amalia, seniman tari Nungki Kusumastuti, dan pekerja seni Peggy Melati Sukma. (er)

Sumber: http://web.bisnis.com
Tinggalkan komentar anda tentang Festival Topeng Nusantara 2010 digelar

Informasi terbaru Perajin dari 7 Provinsi Ikuti Festival Batik dan Bordir Jabar
Bandung - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat (Disparbud) akan menggelar Festival Batik dan Bordir Jawa Barat di Graha Manggala Siliwangi, pada 14-15 Agustus 2010. Perajin dari 13 kota kabupaten Provinsi Jabar dan 6 provinsi akan meramaikan festival tersebut.

Dalam acara tersebut, disediakan 85 stand yang akan memajang berbagai macam motif Batik dan Bordir.

Kepala Disparbud Jabar Herdiwan menjelaskan acara ini merupakan festival batik dan bordir terlengkap yang diprakarsai Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Disparbud Jabar dengan Yayasan Batik Jawa Barat dan Yayasan Bordir Jawa Barat.

"Kegiatan ini digagas sebagai salah satu perwujudan dalam pelestarian warisan nenek moyang kita yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya bangsa kita. Batik tidak hanya sekedar kain yang dicanting tetapi merupakan refleksi akan kehidupan bangsa Indonesia,dengan ragam jenis dan coraknya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah, begitu pula dengan kerajinan bordir," jelas Herdiwan dalam rilis yang diterima detikbandung, Kamis (12/7/2010).

Ia mengatakan tujuan diselenggarakannya festival ini untuk mengenalkan dan mempromosikan kekayaan Batik dan Bordir yang ada di Jawa Barat kepada masyarakat umum. Oleh karenanya, untuk menambah khazanah perbatikan akan ditampilkan juga, display batik kuno koleksi Balai Museum Sri Baduga.

Tercatat wilayah yang ikut serta dalam festival kali ini yaitu Kota dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Garut, Kota Cimahi, Kota Bandung dan Kota Tasikmalaya. Sedangkan 6 provinsi yang ikut serta yaitu Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kepulauan Riaudan Provinsi Banten.
Rata Penuh
Untuk mendukung festival kali ini akan digelar pula, lomba design batik, lomba mewarnai, fashion show dan forum dialog.Forum dialog dengan tema batik akan menghadirkan narasumber Netty Heryawan selaku Ketua Dekranasda Provinsi Jawa Barat, Hidayat Suryalaga selaku perwakilan dari budayawan sunda, dan Yan Yan Sunarya dosen program studi kriya dari FSRD ITB dengan moderator Komarudin yang merupakan pengrajin batik sekaligus pengurus Yayasan Batik Jawa Barat.

Tujuan diadakannya forum dialog ini untuk memperkaya pengetahuan masyarakat pada umumnya tentang kekayaan Batik dan BordirJawa Barat,dan ini salah satu peran pemerintah dalam melestarikan warisan nenek moyang. (tya/avi)

Sumber: http://bandung.detik.com
Tinggalkan komentar anda tentang Perajin dari 7 Provinsi Ikuti Festival Batik dan Bordir Jabar

Informasi terbaru Darwin and Ambon Seal Their Ties With a Yacht Race
Ambon. The annual Darwin-Ambon Yacht Race and Rally, which is the main feature in Maluku’s Sail Banda event, will continue to be held as part of the sister-city program between Darwin and Ambon, the Australian city’s mayor said on Monday.

Speaking in Ambon, the capital of Maluku province, Darwin’s mayor, Graeme Sawyer, said the race was important to the strengthening of ties between the two cities and their residents.

“The people of Darwin have a very friendly relationship with their friends in Ambon, and thus they make use of the yacht race every year to visit,” Sawyer said.

The Indonesian Ministry of Culture and Tourism has also backed the race.

“We support the event because, in addition to strengthening ties between Darwin and Ambon, it also has a positive impact on the flow of tourists to Maluku,” ministry spokesman Firmansyah Rahim said.

He added that the ministry had since 2006 hosted a challenge cup for winners of the Darwin-Ambon race.

Firmansyah expressed optimism that the number of participants in the race would increase in the coming years as security in Maluku continued to improve following sectarian violence that devastated Ambon and surrounding areas from 1999 to 2002.

The Darwin-Ambon Yacht Race and Rally was initially organized by the Darwin-based Cruising Yacht Association of the Northern Territory.

The association ran the event from 1976 until 1998, when it was suspended for safety and security reasons. The race resumed in 2006.

Meanwhile, at another event for Sail Banda on Sunday, a local welfare organization set a new national record by serving 2,010 dishes made from 30 different kinds of fish.

The National Makan Patita communal feast was organized by the Ambon City Family Welfare Movement.

“The effort also met our halal criteria,” said Paulus Pangka, from the Indonesian Museum of Records (MURI), which certified the record-breaking event.

With every district in the province represented by a stand serving up traditional fish dishes, the Makan Patita event ran from the provincial treasury building in downtown Ambon to the famed Trikora Monument on Jalan Diponegoro.

The event will climax today with President Susilo Bambang Yudhoyono scheduled to attend to watch the various featured events, including a regatta. The president is also expected to declare Maluku a national fish stock area.

Source : http://www.thejakartaglobe.com
Tinggalkan komentar anda tentang Darwin and Ambon Seal Their Ties With a Yacht Race

Informasi terbaru Sambut Ramadan dengan Mandi Balimau
Padang: Ribuan warga tumpah ruah memadati Sungai Lubuk Minturun, Padang, Sumatra Barat, Selasa (10/8). Mereka mengelar tradisi mandi balimau. Tradisi ini digelar setiap datangnya bulan suci Ramadan.

Mandi balimau awalnya adalah ritual mensucikan diri dengan mandi air kembang serta jeruk nipis atau limau. Namun, kini ritual adat ini hanya diisi dengan mandi secara bersama di sungai. Tujuannya, sebelum memasuki Ramadan mereka sudah bersih. Apalagi, Sungai Lubuk Minturun dikenal memiliki air yang jernih dan segar.

Kemeriahan juga dirasakan warga Lebak, Banten. Menyambut datangnya Ramadan, ribuan pelajar menggelar pawai ta'aruf sambil melantunkan shalawat nabi. Atraksi tahunan inin mendapat sambutan hangat ribuan warga setempat. Apalagi, sebagian peserta pawai menampilkan sejumlah atraksi kesenian.

Selain sebagai bentuk sukacita menyambut bulan puasa, pawai ta'aruf ini juga dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat agar mengisi Ramadan dengan berbagai amal kebaikan.(BOG)

Sumber : http://berita.liputan6.com
Tinggalkan komentar anda tentang Sambut Ramadan dengan Mandi Balimau

Informasi terbaru Watu Gilang, Singgasana Mataram Islam?
Oleh Perwiro Haryo Mukti

Menginjakkan kaki di Kotagede, Kota Yogyakarta, terasa berada di masa Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16. Kotagede, wilayah kecil di selatan Kota Yogyakarta itu, dulu merupakan bekas pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam.

Tak heran, banyak situs sejarah beserta mitos-mitosnya yang masih terpelihara sampai sekarang. Satu yang menarik dari sejumlah situs bernilai sejarah itu, adalah Watu Gilang.

Menurut cerita yang dipercayai penduduk setempat, batu tersebut merupakan singgasana raja pertama Mataram Islam Panembahan Senopati. Sekilas batu ini tidak tampak istimewa, hanya berupa batu andesit hitam berbentuk segi empat ukuran 140x119x12,5 cm dalam sebuah bangunan segi empat yang terlihat usang.

Namun, batu ini menjadi barang "keramat" yang menarik perhatian orang untuk melihatnya secara langsung. Mereka tidak hanya sekadar melihat-lihat, tetapi juga mencari berkah.

"Orang yang datang ke tempat ini biasanya untuk menjalankan ’lelaku’ atau semacam ritual terkait dengan kepercayaan tertentu," kata juru kunci yang diserahi tugas pihak Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk merawat Watu Gilang, Hastono Utomo.

Ia mengatakan, Watu Gilang di zaman itu pernah digunakan oleh Panembahan Senopati untuk membunuh menantunya, yang sekaligus musuh bebuyutannya, Ki Ageng Mangir.

"Saat itu Ki Ageng Mangir datang menghadap sebagai seorang menantu. Ketika dia sedang sungkem, Panembahan Senopati membenturkan kepala menantunya ke Watu Gilang," katanya. Bekas benturan kepala tersebut, menurut Hastono, meninggalkan bekas di Watu Gilang berupa cekungan dan retakan di salah satu sisi batu besar itu.

Masih teka-teki
Ada dua versi mengenai riwayat Watu Gilang. Versi yang berkembang di masyarakat, dan versi arkeologis. Anggapan masyarakat bahwa Watu Gilang merupakan bekas singgasana Panembahan Senopati, dibantah secara arkeologis oleh para ahli.

Sambung Widodo dari Balai Arkeologi Yogyakarta belum berani memastikan bahwa Watu Gilang pernah dipakai sebagai singgasana Panembahan Senopati. "Tidak ada data tertulis dari Kerajaan Mataram yang menyebutkan bahwa batu tersebut pernah digunakan sebagai singgasana raja. Fungsi batu itu sampai sekarang masih menjadi teka-teki," kata arkeolog Sambung Widodo.

Namun, Sambung tidak menampik kemungkinan bahwa Watu Gilang memang ada kaitannya dengan Kerajaan Mataram Islam, karena kawasan di sekitar batu tersebut diperkirakan pernah berdiri istana raja.

"Meskipun demikian, tidak dapat dipastikan bahwa itu adalah singgasana. Semuanya merupakan legenda turun-temurun yang mungkin telah berbelok dari kenyataan yang sebenarnya," katanya.

Ia mengatakan, sampai sekarang belum pernah ada penelitian secara arkeologis yang terfokus pada Watu Gilang, sehingga belum dapat dibuktikan kebenaran sejarahnya.

Kurang perhatian
Meski sejarahnya masih simpang siur, Watu Gilang tetap merupakan bagian dari warisan budaya, karena masyarakat masih menganggapnya sebagai peninggalan budaya yang harus dijaga.

"Setiap memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus, warga di sini mengecat ulang bangunan tempat Watu Gilang itu," kata salah seorang penduduk di sekitar Watu Gilang, Surajan.

Sementara itu, Ketua Yayasan Kanthil Muhammad Natsir yang menaruh perhatian besar terhadap cagar budaya Kotagede, mengatakan, Watu Gilang kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

"Kalau pun ada pemugaran, itu selalu berhenti di Masjid Agung Kotagede dan Makam Panembahan Senopati. Sedangkan Watu Gilang yang juga merupakan warisan budaya tidak pernah dipugar," katanya.

Padahal, menurut dia, seluruh warisan budaya di Kotagede, termasuk Watu Gilang, bukan hanya milik warga Kotagede, Yogyakarta, atau warga Indonesia semata, tetapi juga milik dunia. "Kami mau bangga dengan Kotagede dari apanya kalau situs budayanya tidak terawat," katanya.

Sumber: http://oase.kompas.com
Tinggalkan komentar anda tentang Watu Gilang, Singgasana Mataram Islam?

Informasi terbaru Luncurkan Buku Pantun Asal-asalan
SURABAYA - Wartawan senior Sofyan Lubis kembali meluncurkan buku. Kali ini dia mengangkat pantun yang menjadi salah satu budaya khas Melayu. Bertempat di Balai Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surabaya kemarin siang (16/7), Sofyan tidak hanya memperkenalkan buku, tapi juga mengajak tamunya terlibat dengan maju ke depan dan membacakan pantun karyanya.

Salah satunya adalah Farid Syamlan, ketua Bengkel Muda Surabaya, yang membacakan tiga pantun karya Sofyan. "Tiga saja. Pantunnya bagus-bagus, nanti keterusan," kata Djadi Galajapo yang menjadi pembawa acara.

Ada sekitar 400 pantun dalam buku pria kelahiran Medan, 22 November 1941, tersebut. Di beberapa bagian, terselip kartun yang memancing senyum pembaca.

Menurut Sofyan, pantun yang dibukukan banyak dipakai di kehidupan sehari-hari. Namun, ada juga yang baru dibuatnya. Tidak semua pantun menggunakan kaidah, seperti terdiri atas empat baris atau dengan rima tertentu. Karena itu, dia menyebutnya sebagai pantun asal-asalan. "Saya berharap nanti orang tak perlu susah kalau mau mengucapkan selamat. Cukup baca buku ini," begitu tulisnya pada kata sambutan.

Buku bersampul hitam dan bergambar wajah Sofyan tersebut berisi 130 halaman. Yang dibahas bermacam hal. Namun, isinya lebih banyak tentang hari besar keagamaan. Misalnya, Idul Fitri dan Imlek. Beberapa hal umum, seperti ucapan ulang tahun dan terima kasih, juga tak luput jadi topik permainan kata pria yang menjadi wartawan sejak 1962 tersebut.

Itu bukanlah buku pertama pria yang pernah menjadi ketua umum PWI Pusat periode 1993-1998 tersebut. Pada 2009, dia merilis buku berjudul Wartawan? He He He tentang perjalanannya sebagai wartawan.

Sofyan mengatakan, menulis buku, bahkan menjadi wartawan, bukanlah cita-citanya.. "Saya ingin jadi jenderal. Tapi, gagal masuk secaba (sekolah calon bintara). Sekarang malah jadi wartawan," katanya, lantas tertawa. (any/c6/ttg)

Sumber :
http://www.jawapos.com
Tinggalkan komentar anda tentang Luncurkan Buku Pantun Asal-asalan

Informasi terbaru Kadatua Akan Gelar Ritual "Poago"
PASARWAJO, SULTRA, --Masyarakat Kadatua, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, akan menggelar ritual "Poago" yang diikuti seluruh desa di kecamatan tersebut.

Ritual tersebut untuk memohon keselamatan, khususnya Kadatua, agar dihindarkan dari segala marabahaya, kemudahan dilimpahkan rezeki dan dijauhkan dari segala musibah.

Poago dilaksanakan mengingat selama dua tahun terkahir nelayan Kadatua merasa hasil tangkapan mereka, semakin berkurang. Bahkan pada bulan terkahir masyarakat Kadatua resah akibat keracunan dalam mengkonsumsi ikan dan siput laut (kerang laut).

Camat Kadatua La Ode Mpute, di Pasarwajo, Rabu mengatakan, ritual Poaga di pusatkan di Baruga Desa Lipu, Kecamatan Kadatua, samping kuburan Wa Ode Karamaguna (Wa Ode Pogo) salah tokoh adat yang ada di kadatua.

"Ritual dilakukan secara massal. Setelah istiqhosa dan poago di baruga dilanjutkan di desa masing-masing selama 3 hari. Selama ritual tersebut masih berlangsung, masyarakat dilarang melakukan kegiatan berupa bunyi-bunyian dan melaut untuk menangkap ikan," jelasnya.

Ia menjelaskan, ritual tersebut setiap tahun diselenggarakan oleh masyarakat Desa Banabungi, Namun tahun ini dilakukan serentak di 10 desa yang di pusatkan di Baruga Desa Lipu Kecamatan Kadatua.

"Masyarakat saat ini heran, kenapa hasil tangkap ikan mereka berkurang. Bukan hanya itu sejak isu keracunan ikan merebak dan menyabkan jatuhnya korban keracunan, masyarakat tidak pernah mengkonsumsi ikan lagi," tambahnya.

Pelaksanaan Ritual Poago ini direncanakan pada pekan depan, dan akan dihadiri juga oleh Bupati Buton LM Sjafei Kahar berserta jajaran pemerintah Kabupaten Buton.

Sumber : http://oase.kompas.com
Tinggalkan komentar anda tentang Kadatua Akan Gelar Ritual "Poago"